KETAHANAN
KELUARGA
(Melalui
Pendekatan Keluarga Harmonis dan SAMAWA)
Oleh : Heri Yudiansyah, S.Ag.,MA (Kepala KUA/ Penghulu Muda)*
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam menjalani kehidupan individu pasti akan selalu
dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan. Begitu juga saat dalam membina
rumah tangga (Keluarga), tidak akan terlepas dari masalah, bahkan masalah yang
dihadapi akan semakin kompleks. Namun berbagai macam permasalahan itu
akan dapat diminimalisir dengan upaya-upaya preventif
dari seluruh anggota keluarga, terutama orang tua agar masalah tersebut tidak
mengakibatkan konsekuensi yang berarti.
Orang tua merupakan model utama bagi seorang anak, anak akan
cenderung meniru segala hal yang berada disekitarnya termasuk apa yang
orang tua contohkan kepada anak, karena itu orang tua harus memberikan contoh
dan pola asuh yang benar terhadap anak. Memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan
tahap perkembangannya dan berupaya memfasilitasi kebutuhan anak demi tumbuh
kembang anak secara optimal. Jika perlakuan/pola asuh orang tua tepat kepada
seorang anak, memberikan kasih sayang dan perhatian secara adil dan seimbang
maka tumbuh kembang anak akan bekembang secara baik tanpa ada masalah-masalah
yang mengancam kehidupannya. Namun jika pendidikan dan pola asuh orang tua
salah terhadap anak, maka hal itu akan berakibat buruk terhadap perkembngan
anak.
Perlakuan orang tua yang sesuai akan menghindarkan anak
pengaruh negatif yang berasal dari luar, anak akan merasa nyaman berada dirumah
daripada berada diluar jauh dari keluarga, karena itu peluang anak terpengaruh
oleh faktor negatif lingkungan akan
sedikit.
Keluarga yang mampu mengembangkan kehidupannya dengan selalu
memegang prinsip-prinsip nilai yang kuat, dan senantiasa menjaga komunikasi
antar anggota keluarga dan sabar dalam menghadapi setiap masalah serta mampu
meminimalisisr pengaruh negatif yang dapat menyebabkan kekacauan dalam
keluarga, maka keluarga tersebut mempunyai ketahanan keluarga yang kuat.
Dalam hal membantu individu-individu untuk membentuk
keluarga harmonis yang sakinah, sejahtera dan mempunyai ketahanan keluarga yang
kuat Layanan Bimbingan Penyuluh Agama Islam melalui kader Pembina di KUA atau
BP.4 mampu memberikan pelayanan melalui layanan Konseling Keluarga (Family
Counseling), yang bertujuan untuk membantu keluarga melakukan usaha-usaha
preventif agar terhindar dari masalah penyebab kekacauan rumah tangga, ataupun
membantu menyelesaikan/ memperbaikai komunikasi dalam sistem keluarga yang
terganggu.
Oleh karena itu didalam makah ini kami memaparkan tentang
Ketahanan Keluarga melalui pendekatan keluarga harmonis dan SAMAWA serta
bagaimana Layanan Konseling Keluarga berperan dalam membantu menciptakan
ketahanan keluarga.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan
ketahanan keluarga ?
2. Apa penyebab kekacauan keluarga ?
3. Apa yang dimaksud dengan
konseling pernikahan ?
4. Bagaimana proses dan teknik
konseling pernikahan ?
5. Bagaimana bimbingan keluarga sakinah
?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud
dengan ketahanan keluarga.
2. Mengetahui penyebab kekacauan
keluarga.
3. Memahami konseling pernikahan.
4. Mengetahui dan memahami proses
serta teknik konseling pernikahan.
5. Mengetahui bagaimana bimbingan
keluarga sakinah.
11. PEMBAHASAN
1.
Ketahanan
Keluarga
Ketahanan Keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga
yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik
materiil dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri
dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan
kebahagiaan batin. (Pasal 1 Angka 15 UU Nomor 10 Tahun 1992 Tentang
Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera).
Dalam Islam keluarga merupakan tumpuan yang utama dan pertama
dalam mempersiapkan generasi penerus peradaban. Dan ibu adalah pendidik pertama
dan utama bagi seorang anak. Lantas bagaimana jadinya jika pendidik anak yang
pertama dan utama ini tidak lagi mendampingi anak-anaknya? Bagaimana ketahanan
keluarga mereka bisa terjaga?
Menurut Dian Kusumawardani dalam majalah ummi; “Setiap individu yang
berkeluarga pasti mendambakan keluarga yang sakinah”. Keluarga sakinah adalah
keluarga yang mampu memberikan ketenangan, ketentraman dan kesejukan yang
dilandasi oleh iman dan taqwa, serta dapat menjalankan syariat Islam dengan
sebaik-baiknya.
Setiap keluarga muslim berkewajiban memperkuat ketahanan
keluarganya masing-masing. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman !
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak
durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan“ (at-Tahrim
: 6). Ketahanan keluarga adalah konsep dalam menjaga kehidupan rumah tangga
islami dari nilai-nilai liberalisasi dan sekuler yang dapat mengancam
eksistensi keluarga tersebut dalam mengamalkan nilai-nilai yang islami.
2.
Penyebab Kekacauan Keluarga
Di era globalisasi ini ketahanan keluarga sulit untuk
dipertahankan, begitu banyak terlihat gejala perpecahan dan gejolak keluarga
seperti perceraian, pertengkaran suami istri, kenakalan anak seperti mencuri,
berjudi, melanggar aturan sekolah dan masyarakat, minuman keras dan penggunaan
obat-obat terlarang hingga yang paling arak dikalangan remaja putri yaitu hamil
diluar nikah. Gejala-gejala tersebut diakibatkan beberapa faktor diantaranya:
2.1.Ketidakberfungsian Sistem Keluarga.
Sisitem keluarga adalah terjadinya komunikasi dua arah
(suami-istri) dan komunikasi dua arah bagi semua anggota keluarga
(ayah-ibu-anak). Setiap komponen keluarga berfungsi dengan mengarahkan,
membina, dan memberikan perhatian, dan kasih sayang kepada anggota keluarga.
Sistem keluarga berfungsi untuk saling membantu dan
memungkinkan kemandirian setiap anggota keluarga , apabila ada satu komponen
keluarga yang terganggu atau tak berfungsi, maka sistem keluarga akan terganggu
pula. Sebabnya karena keluarga diwarnai oleh kehidupan emosional dan informal.
Jika kewibawaan orang tua/suaminya sudah hilang, atau orang
tua/suami yang terlalu otoriter, maka keluarga itu tak akan berfungsi lagi.
Masalah kewibawaan berasal sejak dini, sejak rumah tangga mulai dibangun, atau
sejak anak-anak masih kecil. Kasih sayang yang tidak pada tempatnya
adalah sumber utama merosotnya kewibawaan suami atau orang tua. Orang tua
atau suami otoriter merupakan sumber ketakberfungsian keluarga, karena pada
situasi otoriter, biasanya kreativitas akan mati, dan timbul pasif pada anggota
keluarga.
2.2.Keluarga Materialistik
Keluarga materialistik merupakan salah satu penyebab
kekacauan keluarga yang lebih menyeramkan daripada ketidakberfungsian sistem
keluarga. Pada keluarga ini menetapkan tujuan utama dalam mengumpulkan harta
benda dengan asumsi bahwa hal demikian mampu memberikan kebahagiaan tujuh
turunan. Hingga akhirnya suami yang penghasilannya kurang membuat istri ikut
bekerja keluar rumah mencari nafkah, tanpa memperhatikan kebutuhan anak,
akibatnya anak dikesampingkan dan membiarkan anak hanya mendapatkan pemdidikan
dari pembantu yang kurang berpendidikan.
Saat menginjak usia remaja, remaja yang dibesarkan dengan
kurangnya perhatian dan kasih sayang, mereka akan mencari perhatian dan kasih
sayang diluar seperti ikut bergabung dengan geng-geng jalanan yang berperilaku
negatif.
2.3.Istri Berkuasa
Dalam islam diajarkan bahwa laki-laki adalah pemimpin
terhadap perempuan atau suami atas isteri dan anak-anaknya (Arrijaalu
qawwamuuna ‘alanisaa). Namun dalam perjalanan hidup keluarga yang
materialistis, terkddang suami yang rendah pendidikan, derajat dan penghasilan
daripada istri akan menjadi bulan-bulanan seorang istri. Karena istri memiliki
kualitas yang serba tinggi, ia merasa bahwa ia adalah yang berkuasa atas suami
dan rumah tangga.
2.4.Ketidakharmonisan Hubungan
Individual
Rata-rata keluarga stress menyebabkan hubungan seksual tidak
harmonis dan tidak memuaskan. Mereka jarang membicarakannya karena malu, atau
menganggap tidak perlu, akibatnya jarak antara mereka makin membesar.
Faktor stress bersumber dari konflik kejiwaan antara suami-istri.
Penyebab utamanya adalah kurangnya toleransi dan penghargaan pada
masing-masing, Sehingga sering melakukan penilaian yang subjektif. Ada juga faktor impotensi klinis yang disebabkan
gangguan fatal tubuh dan sering melakukan onani diwaktu masih muda, serta
disamping itu sehubungan perkembangan zaman, sering masalah kesucian laki-laki
dan wanita menjadi pertanyaan. Jika konflik tidak terpecahkan, maka suami-istri
itu akan terus-terusan stress.
Sebab-sebab keretakan keluarga yaitu, faktor internal dan
faktor eksternal.
Faktor
internal keretakan keluarga diantaranya:
a. beban psikologi ayah atau ibu
yang berat (psychological overload) seperti tekanan (sterss) ditempat kerja,
kesulitan keuangan keluarga.
b. tafsiran dan perlakuan terhadap perilaku marah-marah dan
sebagainya.
c. kecurigaan suami/istri bahwa salah satu di antara mereka
diduga berselingkuh.
d. sikap egoistis dan kurang demokratis.
Faktor
eksternal keretakan keluarga yaitu:
a. campur tangan pihak ketiga dalam masalah keluarga.
b. pergaulan yang negatif anggota keluarga.
c. kebiasaan negatif istri bergunjing di rumah orang lain
atau di acara arisan dan kantor
d. kebiasaan berjudi.
3.
Konseling
Pernikahan melalui BP.4 dan Penyuluhan KUA
Konseling pernikahan adalah upaya membantu pasangan (calon
suami-istri dan suami istri) oleh konselor profesional, sehingga mereka
dapat berkembang dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya melalui
cara-cara yang saling menghargai, toleransi, dan dengan komunikasi yang penuh
pengertian sehingga tercapai motivasi berkeluarga, perkembangan, kemandirian,
dan kesejahteraan seluruh anggota keluarga.
Sedangkan konseling keluarga yaitu (Family Counseling)
adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu-individu anggota keluarga
melalui sistem keluarga dengan membenahi komunikasi agar berkembang
potensi mereka seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar
kemauan membantu dari semua anggota keluarga, berdasarkan kesukarelaan,
toleransi, penghargaan, dan kasih sayang.
Pada awalnya konseling pernikahan berorientasi pada bantuan
terhadap masalah-masalah hubungan seksual, namun orientasi itu tidak memadai
lagi jika dihubungkan dengan perkembangan dunia modern yang pesat.
Pada prinsipnya, konseling pernikahan bermanfaat bagi
kehidupan pasangan melalui BP.4 dan penyuluhan KUA, baik sebelum menikah, saat
permulaan berumah tangga, dan pada masa memiliki anak-anak.
1.
Masa
sebelum pra nikah
Makin panjang masa berpacaran (pengenalan), semakin terbuka
peluang untuk kebebasan seks, karena itu islam tidak menyetujui masa pacaran
dalam artian barat. Disamping itu, segera akan terjadi kebosanan saat memasuki
ambang pernikahan, bahkan adanya kondom dan pil anti hamil yang dijual secara
bebas diligkungan masyarakat semakin membuka peluang besar untuk berbuat maksiat
atau free-sex.
Untuk mengantisipasi hal ini, harus ada semacam konseling
pra-pernikahan, tujuannya adalah:
a. mempercepat
proses berpacaran (pengenalan) menuju pelaminan jika pasangan itu sudah
sanggup.
b. pasangan yang
berpacaran (pengenalan) harus ditumbuhkan kesadaran dan keimanan mereka, agar
masa pacaran (pengenalan) tidak menyimpang dari ajaran agama.
c. membina masa itu
menjadi masa kreatif untuk menumbuh kembangkan bakat dan kemampuan
masing-masing sebagai modal untuk berumah tangga kelak.
Dalam proses konseling pra-nikah, konselor perlu menanamkan
beberapa faktor penting yang menjadi persyaratan memasuki jenjang perkawinan
dan berumah tangga. Adapun faktor yang harus disampaikan adalah : (1). faktor
fisiologis dalam perkawinan : kesehatan pada umumnya; (2). faktor psikologis
dalam perkawinan : kematangan emosi dan pikiran, sikap saling dapat menerima
dan memberikan cara kasih antara suami isteri dan saling pengertian antara
suami isteri; (3). faktor agama dalam perkawinan; (4). faktor komunikasi dalam
perkawinan
2.
Masa
awal berumahtangga
Pasangan yang mengalami kesulitan disarankan datang menemui
konselor pernikahan melalui BP.4 atau penyuluh agama islam KUA, manakala mereka
menemui masalah. Tujuan agar mereka diberi bantuan agar mereka dapat mengatasi
masalahnya.
Masalah-masalah utama dalam masa awal pernikahan pertama
adalah penyesuaian emosional dan sosial antara mereka dengan keluarga lain
seperti mertua mertua, adik/suami/istri atau keluarga lain yang menetap, atau
teman istri yang datang berkeunjung. Kedua, motivasi pernikahan, apakah
karena materi pangkat, kedudukan, gelar, kecantikan/rupawan, atau karena
motivasi ibadah karena Allah. Ketiga, kehidupan latar belakang masing-masing
yang mungkin mencuat pada masa awal pernikahan.
3.
Masa
hidup berkeluarga (dengan anak-anak)
Jika keluarga sudah memiliki anak-anak, maka permasalahan
keluarga makin bertambah, pertama mengokohkan sistem keluarga sehingga dapat
menjadi dorongan, bagi kemandirian dan perkembangan individu-individu anggota
keluarga. Kedua, menjadi pengaruh budaya luar menjalar dikeluarga melalui
anggotanya. Ketiga, memelihara subsistem suami istri agar selalu harmonis.
Keempat, memelihara subsistem orang tua agar selalu berwibawa.
Konseling keluarga dan pernikahan berperan untuk membenahi
sistem keluarga agar komunikasi, toleransi, penghargaan, dan kemandirian
anggota keluarga selalu terjadi. Sehingga anggota keluarga semuanya merasa
betah dan bertanggung jawab atas keutuhan sistem keluarga.
4. Proses dan Teknik Konseling Pernikahan
Beberapa teknik konseling pernikahan/keluarga yang dapat
digunakan oleh konselor keluarga/pernikahan dalam tuposi kepenghuluan dan
kepenyuluhan di lembaga BP.4 atau KUA;
a. sculpting (mematung): yaitu mengizinkan isteri, suami,
anggota keluarga untuk menyatatakan perasaan, persepsi dan pikiran tentang
berbagai hal. Sedangkan anggota yang lain mendengarkan dengan penuh perhatian
dan penghargaan;
b. role playing (bermain peran): memberikan peran tertentu kepada
seorang anggota keluarga sebagai cara untuk menyatakan perasaan;
c. silence (diam) : teknik yang digunakan konselor, jika anggota keluarga
suami/istri banyak bicara, menantikan ide seorang anggota keluarga yang
akan muncul, jika salah satu anggota keluarga bertindak kejam atau berbicara kasar;
d. confrontation
(konfrontasi): dilakukan konselor jika klien tidak konsisten;
e. teaching Via Questioning (mengajar melalui pertanyaan), ialah suatu
teknik untuk mengajar anggota keluarga dengan cara bertanya;
f. attending and Listening: yaitu teknik untuk mendekatkan diri
kepada klien dan mendengarkan mereka secara aktif;
g. refleksi Feeling: membaca bahasa badan klien serta perasaannya kemudian
merefreksikan kepadanya;
h. eksplorasi: menggali perasaan,
pengalaman dan pikiran klien;
i. summerizing: menyimpulkan sementara pembicaraan
yang telah berlangsung;
j. clarification (menjernihkan): menjernihkan
atau memperjelas pembicaraan;
k. leading (Memimpin): upaya konselor untuk memimpin dan mengarahkan
pembicaraan untuk mencapai tujuan;
l. focusing
(Memfokuskan): upaya konselor untuk memfokuskan materi pembicaraan agar tidak
menyimpang.
5.
Bimbingan
Keluarga Sakinah ( Tupoksi Kepenghuluan dan Penyuluhan )
Keluarga sakinah yaitu satu sistem keluarga yang
berlandaskan keimana dan ketaqwaan kepada Allah, beramal saleh untuk
meningkatkan potensi semua anggota, dan beramal saleh untuk keluarga-keluarga
lain disekitarnya, serta berwasiat atau berkomunikasi dengan cara bimbingan
yang haq, kesabaran, dan penuh dengan kasih sayang (Q.S Arrum : 21, Al-Asr : 3).
Kekuatan iman dan taqwa umat islam yang tertanam dalam
dirinya akan memberikan dampak positif kepada lingkungan keluarga, masyarakat,
bahkan dunia. Keluarga akan menjadi damai dan tentram (sakinah) dimana setiap anggota keluarga (ayah, ibu, anak-anak dan
anggota keluarga) dirumah tersebut taat beribadah kepada Allah, banyak berbuat
baik untuk kemajuan keluarga. Membina keluarga agar menjadi sakinah adalah
kepedulin utama ajaran islam, adapun dalil-dali yang ada dalam al-Qur’an dan
Hadis Nabi saw. sebagai berikut :
1. Allah berfirman dalam surat Attahrim ayat 6: “Hai orang-orang
yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari apai neraka”. Meskipun pada
ayat ini sasarannya adalah keluarga akan tetapi harus diri calon atau kepala
keluarga itu terlebih dahulu yang dipeliharanya dari api neraka, karena jika
orang tua sudah memagari diri dengan perbuatan baik, beriman, bertaqwa dan
beramal saleh maka akan mudah menular kepada anak.
2.
Dalam surat Lukman ayat 12-19,
berisi ajaran pendidikan keimanan dan ketaqwaan agar terbentuk keluarga
sakinah, antara lain dalam ayat itu mengajarkan supaya anak-anak tidak
menyekutukan Allah, diperintahakan agar berbuat baik kepada orang tua dan tidak
boleh menentang keduanya, melaksanakan sholat, mengaji, mengajak orang berbuat
baik serta mencegah dari perbuatan mungkar, tidak boleh menyombongkan diri, dan
sebagainya. Ajaran-ajaran ini sangat positif bagi pembentukan kepribadian anak
supaya berakhlak mulia.
3.
Dalam salah satu hadis melalui riwayat at-Tirmidzi, Rasulullah saw.
menekankan pentingnya mendidik anak atas dasar keislaman
Tujuan bimbingan keluarga sakinah adalah membantu
keluarga-keluarga muslim dalam membina keluarga sakinah melalui ilmu, wawasan,
dan ketrampilan yang diberikan kepada kepala-kepala keluarga (Ibu dan Ayah),
Selanjutnya mengembangkan materi bimbingan dan pelatihan keluarga sakinah
melalui materi gabungan antara agama ilmu perilaku serta konseling keluarga.
Upaya
Preventif
Setiap orang menginginkan keluarga yang bahagia dan harmonis
atas dasar samawa, di penuhi dengan
rasa kasih sayang, perhatian, dorongan, kegembiraan, dan mampu menciptakan
ketengan batin. Orang tua sebagai pembimbing anak-anak sudah seharusnya lebih
bijak dalam menciptakan keluarga yang bahagia. Berikut ini beberapa syarat
untuk menjadi orang tua yang bijak yaitu:
1. orang tua mampu berkomunikasi
secara empati, menghargai anak
(menjauhakan dari sikap merendahkan, melecehkan dan menekan) dan mendorong anak
agar maju sesuai bakat, kemampuannya..
2. orang tua harus teladan, yaitu
sesuai antara kata dan perbuatan (konsisten), menguasai nilai agama dan
melaksanakan nya, serta berjiwa sosial.
3. membentuk dialog dalam anggota
keluarga agar setiap anggota kelompok terbuka, mencurahkan perasaan dan
kesempatan anak untuk sharing.
4. menciptakan humor, untuk
menghindari keadaan yang menekan, membosankan dan menimbulkan stress.
5. orang tua harus adil, adil dalam hal kasih sayang,
perhatian dan perlakuan.
Wahana untuk menciptakan keluarga harmonis dan sakinah
antara lain adalah sholat berjama’ah , makan bersama, pembagian tugas sesuai
kemampuan masing-masing dan yang paling penting adalah pembiasaan sikap-sikap
serta perilaku sehari-hari berdasarkan ajaran agama.
Secara khusus bimbingan keluarga supaya beriman dan
bertaqwa, positif, produktif, dan mandiri, melalui relasi melalui individual
dan sistem keluarga yang didasarkan ajaran agama islam. Selanjutnya
memberikan wawasan, kemampuan, dan ketrampilan, kepada kepala-kepala dan
calon-calon kepala keluarga dalam bidang perilaku anak dan remaja, dan
keutamaan sistem keluarga untuk mengantisipasi masalah-masalah keluarga.
III. PENUTUP
Keluarga merupakan unit terkecil dalam sistem
kemasyarakatan, dan merupakan tempat kali anak memperoleh pendidikan. Memiliki
keluarga harmonis dan sejahtera adalah dambaan bagi semua orang, namun untuk
menciptakan keluarga yang harmonis tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Orang tua harus berusaha ekstra untuk menciptakan keluarga yang harmonis,
memberdayakan seluruh sistem anggota keluarga dengan baik, menjalankan
tugas dan peran anggota keluarga sesuai dengan fungsinya, mengembangkan pola
komunikasi, keterbukaan, kasih sayang yang seimbang, dan memegang teguh
nilai-nilai dalam keluarga.
Ketahanan Keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga
yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik
materiil dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri
dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan
kebahagiaan batin.
ketahanan keluarga sangatlah penting karena pada kondisi di
era globalisasi ini begitu banyak pengaruh negatif yang bersumber dari luar
yang dapet mempengaruhi kehidupan dalam keluarga, oleh karena itu
mengembangkan prinsip ketahanan keluarga oleh orang tua dengan melakukan
upaya-upaya preventif sangat dibutuhkan agar anggota keluarga tidak terpengaruh
oleh hal-hal negatif tersebut yang dapat menimbulkan kekacauan dalam keluarga.
*(disampaikan
makalah dalam acara pembekalan keluarga harmonis/ instansi KB / BP.4 di Kec. Enam Lingkung.Tahun 2020
Makalah
disampaikan oleh Heri Yudiansyah, S.Ag.,MA / Kepala KUA Kec. Enam Lingkung/
Penghulu Muda).