SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI KUA ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN ~ SEMOGA INFORMASI SERTA LAYANAN KAMI MEMPERMUDAH

Gedung Kantor Urusan Agama Enam Lingkung

Inilah bentuk fisik kantor urusan agama Kecamatan Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman.

Bersama Kepala Kankemenag Kabupaten Padang Pariaman

Kunjungan Kepala Kankemenag Kabupaten Padang Pariaman ke KUA Enam Lingkung untuk monitor dan membuka Seminar Lembaga Keagamaan yang diadakan KUA Enam Lingkung (12/2017)

Peta Wilayah Enam Lingkung

Kecamatan Enam Lingkung, kecamatan baru di Padang Pariaman yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Padang Pariaman.

Font Office KUA Enam Lingkung

Petugas KUA Enam Lingkung yang selalu menyambut anda dengan PASTI "Profesional, Amanah, Senyum,Transparan dan Inovatif

Say NO to Nikah Siri..!!

Daftarkan pernikahan Anda di KUA Enam Lingkung Padang Pariaman.

Selasa, 31 Maret 2015

KUA Enam Lingkung : Malaju ka Sumbar



Alhamdulillah, penilaian KUA Teladan Tingkat Provinsi Sumatera Barat 2015 mewakili Kabupaten Padang Pariaman di KUA Enam Lingkung berlangsung dengan lancar. Penilaian ditempatkan di Aula Kacabdin Pendidikan Kecamatan Enam Lingkung disamping KUA Kecamatan Enam Lingkung. Kedatangan Tim Penilai KUA teladan Tingkat Propinsi Sumatera Barat dipimpin H. Abrar Munanda, S. Ag. MA disambut hangat langsung Kakan Kemenag Kab. Padang Pariaman Drs. H. Masrican dan pejabat Kemenag dalam alunan tambua tasa, Rabu (25/3). 
Acara dimulai dengan sambutan Tokoh Masyarakat Kecamatan Enam Lingkung Suhatri Bur. MM, mengatakan bahwa Kasmir, S. Ag sebagai KUA terbaik mewakili Padang Pariaman dan masuk penilai Tim tingkat Propinsi Sumatera Barat, karna selama ini Kasmir di  KUA Enam Lingkung berhasil menunjukkan kepemimpinan yang baik kepada masyarakat dalam upaya peningkatan iman dan Taqwa kepada Allah SWT dan meraih berbagai prestasi dibidang keagamaan.
Sedangkan Kakan Kemenag Kab. Padang Pariaman dalam sambutannya mengatakan bahwa Ka KUA ini adalah orang lapangan yang langsung berkecimpung dalam masyarakat dalam melaksanakan tugasnya, dan berpesan kepada Ka KUA lainnya agar meniru Kasmir, walaupun baru 13 bulan diangkat sebagai Kepala KUA sudah berprestasi.
Bupati Padang Pariaman dalam kesempatan itu menyebutkan bahwa Ka KUA adalah pejabat yang memasyarakat dan sering turun ke lapangan dalam membina dan menjalankan program kerjanya untuk membangun masyarakat Enam Lingkung yang berbasis keagamaan, sering bersafari jum’at dengan Camat dan Tokoh Agama Zubir Tk.Kuning.
“semoga KUA Enam Lingkung menjadi terbaik dan kalau juara I maka Pemda Padang Pariaman akan membiyainya sampai ke Jakarta” ulasnya. Pada kesempatan sama Ketua tim penilai H. Abrar Munanda, S. AG.MA menyampaikan Lomba Kantor Urusan Agama (KUA) Teladan tingkat Provinsi Sumatera Barat bertujuan untuk meningkatkan pelayanan KUA kepada masyarakat kearah yang lebih baik dan berkwalitas, Ada beberapa tahap penilaian seperti Visi dan Misi, Pelayanan terhadap masyarakat, standar pelayanan, sistem dan mekanisme, sumber daya manusianya, sarana dan prasarana, kasus-kasus yang telah di tangani dan kepuasan masyarakat terhadap sistem informasi yang diberikan serta pencapaian target atas program kerjanya, penilaian KUA Enam Lingkung sebagai KUA teldan adalah Kabupaten/Kota ke 4 dinilai Tim Provinsi. 



Jumat, 20 Maret 2015

KUA Enam Lingkung : Hindari Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menuju Keluarga Sakinah

Oleh: Yuleni, S.HI
(PAF Kecamatan Enam Lingkung. Disampaikan dalam acara pembinaan PKK Kecamatan Enam Lingkung, Jumat, 20 September 2013)

Berbagai  pendapat,  persepsi, dan definisi  mengenai KDRT  berkembang dalam masyarakat. Pada umumnya orang berpendapat bahwa KDRT adalah urusan  intern keluarga dan  rumah  tangga. Anggapan  ini telah membudaya bertahun, berabad  bahkan bermilenium  lamanya, di kalangan  masyarakat termasuk aparat penegak hukum. Jika seseorang (perempuan atau anak) disenggol di jalanan  umum dan  ia minta tolong, maka masyarakat termasuk aparat polisi akan segera menolong dia. Namun  jika seseorang (perempuan dan  anak) dipukuli  sampai babak belur di dalam rumahnya, walau pun ia sudah berteriak minta tolong, orang segan menolong  karena tidak mau mencampuri urusan  rumah  tangga orang lain. Berbagai kasus akibat fatal dari kekerasan orang tua terhadap anaknya, suami  terhadap  istrinya, majikan  terhadap pembantu  rumah tangga, terkuak dalam surat  kabar dan media masa. Masyarakat  membantu dan aparat polisi bertindak setelah akibat  kekerasan  sudah  fatal, korbannya sudah meninggal, atau pun cacat.

Menurut UU  No. 23 Tahun 2004 tentang ‘Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga’,  dalam Pasal 1 Butir 1 menjelaskan bahwa KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat  timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan  secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
 
Pasal 2 menjelaskan:
 
(1) Lingkup rumah tangga dalam Undang-undang ini meliputi:
  a. Suami, istri ,dan anak,
  b. Orang-orang  yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam
      huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang
      menetap dalam rumah tangga; dan/atau
  c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalamrumah tangga tersebut.
 
(2) Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud dalam  huruf c dipandang sebagai anggota keluarg
      adalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.
 
Dalam konteks rumah tangga, bentuk-bentuk kekerasan memang seringkali terjadi, baik yang  menimpa istri, anak-anak, pembantu rumah tangga, kerabat ataupun suami. Misal ada suami yang memukuli istri dengan berbagai sebab, ibu yang memukul anaknya karena tidak menuruti perintah orang tua, atau pembantu rumah tangga yang dianiaya  majikan  karena  tidak beres  menyelesaikan tugasnya. Semua bentuk  kekerasan dalam  rumah  tangga itu pada dasarnya harus dikenai sanksi karena merupakan bentuk kriminalitas.
 
Perlu digaris bawahi bahwa dalam konteks rumah tangga, suami memiliki kewajiban untuk  mendidik  istri dan anak-anaknya agar  ta’at  kepada Allah SWT. Hal ini sesuai firman Allah SWT yang artinya: “Wahai orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (Qs. at-Tahrim [66]: 6).  Dalam mendidik istri dan anak-anak ini,  bisa jadi terpaksa dilakukan dengan “pukulan”. Nah, “pukulan” dalam konteks pendidikan atau  ta’dib ini dibolehkan dengan batasan-batasan dan kaidah tertentu yang  jelas.
 
Kaidah  itu antara lain: pukulan yang diberikan bukan pukulan yang menyakitkan, apalagi  sampai mematikan; pukulan hanya diberikan jika tidak ada cara lain (atau semua cara sudah ditempuh) untuk memberi hukuman/pengertian; tidak baleh memukul ketika dalam keadaan  marah sekali (karena dikhawatirkan akan membahayakan); tidak memukul pada bagian-bagian  tubuh vital semisal wajah, kepala dan dada; tidak boleh memukul lebih dari  tiga kali pukulan (kecuali sangat terpaksa dan tidak  melebihi sepuluh kali pukulan); tidak boleh memukul anak di bawah usia 10 tahun;  jika kesalahan baru  pertama kali dilakukan, maka diberi kesempatan bertobat dan minta maaf atas perbuatannya, dll.
 
Dengan demikian  jika ada seorang ayah yang memukul anaknya (dengan tidak menyakitkan)  karena si anak sudah berusia 10 tahun lebih namun belum mengerjakan shalat, tidak bisa dikatakan ayah tersebut telah menganiaya anaknya. Toh sekali lagi, pukulan yang  dilakukan  bukanlah pukulan yang menyakitkan, namun dalam rangka mendidik.
 
Demikian pula istri yang  tidak taat  kepada suami atau  nusyuz, misal tidak mau melayani suami  padahal tidak  ada  uzur (sakit atau haid), maka tidak bisa disalahkan jika suami memperingatkannya dengan “pukulan” yang tidak menyakitkan. Atau istri yang  melalaikan tugasnya sebagai ibu rumah tangga karena disibukkan berbagai urusan di luar rumah, maka bila suami melarangnya ke luar rumah bukan berarti bentuk kekerasan terhadap perempuan.  Dalam  hal ini bukan berarti suami telah menganiaya istri melainkan  justru untuk mendidik istri agar ta’at pada syariat.
 
Semua itu dikarenakan istri wajib taat kepada suami selama suami tidak melanggar  syara’.  Rasulullah SAW menyatakan: “Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa  sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” [HR. Ahmad }  Namun di sisi lain, selain kewajiban taat pada suami, wanita boleh menuntut hak-haknya seperti nafkah, kasih sayang, perlakuan yang baik dan sebagainya. Seperti firman Allah SWT: "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf." (Qs. al-Baqarah [2]: 228).
 
Kekerasan dalam  rumah tangga dapat dipicu oleh banyak faktor. Diantaranya ada faktor ekonomi, pendidikan yang  rendah, cemburu dan  bisa juga disebabkan adanya salah satu orang tua dari kedua belah pihak, yang ikut ambil andil dalam sebuah rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan faktor ekonomi, bisa digambarkan misalnya minimnya penghasilan suami dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga.
 
Terkadang ada seorang istri yang terlalu banyak menuntut dalam hal untuk memenuhi kebutuhan  rumah tangga, baik dari kebutuhan sandang pangan maupun kebutuhan pendidikan. Dari  situlah timbul pertengkaran antara suami dan istri yang akhirnya menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Kedua belah pihak tidak lagi bisa mengontrol emosi masing-masing. Seharusnya seorang istri harus bisa memahami  keuangan keluarga. Disamping pendapatan yang kecil  sementara pengeluaran yang besar seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun  keuangan yang ada dalam  keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim. Cara  itu bisa menghindari pertengkaran dan timbulnya  KDRT di dalam sebuah keluarga.
 
Dari faktor pendidikan, bisa disebabkan oleh tidak adanya pengetahuan dari kedua belah pihak bagaimana cara mengimbangi dan mengatasi sifat-sifat yang tidak cocok diantara keduanya. Mungkin di dalam sebuah rumah tangga ada suami yang memiliki sifat arogan dan cenderung menang sendiri, karena tidak adanya pengetahuan. Maka sang istri tidak tahu bagaimana cara mengatasi sifat suami yang arogan  itu sendiri. Sehingga, sulit untuk menyatukan hal yang berbeda. Akhirnya tentulah kekerasan dalam rumah tangga. Kalau di dalam rumah tangga terjadi KDRT, maka perempuan akan menjadi korban yang utama. Seharusnya seorang suami dan istri harus banyak bertanya dan belajar, seperti membaca buku yang memang isi bukunya itu bercerita tentang bagaimana cara menerapkan sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
 
Di dalam sebuah rumah tangga butuh  komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam  rumah tangga. Seharusnya seorang suami dan istri bisa mengimbangi  kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang bertentangan. Seorang suami  atau  istri harus bisa saling menghargai pendapat pasangannya masing-masing.
 
Untuk   mempertahankan  sebuah  hubungan, butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya. Jika sudah   ada  rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada  rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang  juga berlebih-lebihan. Tidak sedikit seorang suami yang  sifat seperti itu, terkadang suami juga melarang istrinya untuk beraktivitas di luar rumah. Karena  mungkin takut istrinya diambil orang atau yang lainnya. jika sudah begitu kegiatan seorang istri jadi terbatas. Kurang bergaul dan berbaur dengan orang lain. Ini adalah dampak dari sikap seorang suami yang memiliki sifat cemburu yang terlalu  tinggi. Banyak contoh yang kita lihat di lingkungan kita, kajadian seperti itu. Sifat rasa cemburu bisa menimbukan kekerasan dalam rumah tangga.
 
Kekerasan  dalam  rumah  tangga juga bisa disebabkan  tidak  adanya  rasa cinta pada diri seorang suami kepada istrinya, karena mungkin perkawinan mereka terjadi dengan adanya perjodohan diantara mereka tanpa didasari dengan rasa cinta terlebih dahulu. Itu bisa membuat seorang suami menyeleweng dari garis-garis menjadi seorang suami yang baik dan lebih bertanggung-jawab.  Suami sering bersikap kasar dan  ringan tangan. Untuk menghadapi situasi yang seperti ini, istri butuh kesabaran yang sangat amat besar. Berusaha berbuat semanis mungkin agar suami bisa berubah dan bersikap manis kepada istri.
 
Korban  kekerasan  dalam  rumah tangga biasanya enggan untuk melaporkan kejadian yang menimpa dirinya karena tidak tahu kemana harus mengadu.
 
Berikut adalah  langkah-langkah yang dapat dilakukan bila menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga atau mungkin anda mengenal seseorang yang mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan sangat membutuhkan pertolongan:
  1. Menceritakan kejadian kepada orang lain, seperti teman dekat, kerabat atau lembaga-lembaga pelayanan atau konsultasi.
  2. Melaporkan ke polisi.
  3. Mencari jalan keluar dengan konsultasi psikologis maupun konsultasi hukum.
  4. Mempersiapkan perlindungan diri seperti uang, tabungan, surat-surat pentinguntuk kebutuhan pribadi dan anak.
  5. Pergi ke dokter untuk mengobati luka-luka yang dialami dan meminta dokter untuk membuat visum.
Sangat diharapkan, dengan adanya Hukum atau Undang-Undang  yang dapat ditegakkan dalam masyarakat  kita, kejadian-kejadian mengenaskan yang menyangkut kekeresan dalam bentuk apapun di dalam  rumah tangga dapat diatasi karena walau bagaimanapun, perempuan diciptakan Tuhan dari tulang rusuk pria. Dekat dihati untuk disayang, dicintai dan dilindungi oleh pasangannya.
 
Maka dari itu, di dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi  konflik yang bisa menimbulkan kekerasan. Tidak hanya satu pihak yang  bisa memicu konflik di dalam rumah tangga, bisa suami maupun istri. Sebelum kita melihat kesalahan orang lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita, sehingga menimbulkan perubahan sifat yang terjadi pada pasangan kita masing-masing.
 
Jika masing-masing, baik suami maupun istri menyadari perannya dan melaksanakan  hak dan kewajiban sesuai syariat Islam, niscaya tidak dibutuhkan kekerasan dalam menyelaraskan perjalanan biduk rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat terhindarkan  apabila biduk  rumah tangga dibangun dengan pondasi syariat Islam, dikemudikan dengan kasih sayang dan diarahkan oleh peta iman. Wallahu a’lam bi shawab.

Kamis, 12 Maret 2015

KUA Enam Lingkung : Penyuluh Non PNS

NO
NAMA
OBJEK MENGAJAR/ WILAYAH PENYULUHAN
1
Yuleni, S.HI
PAF Kec. Enam Lingkung
2
H. Suhaili Tk. Mudo
PP. Darul Ikhlas I Toboh Ketek
3
Zulhamdi Tk. Kerajaan
PP. Nurul Yaqin Ringan-Ringan
4
Yasril, S.Pd. I Tk. Bagindo
MDA & Masjid Raya Gadur (Data Base K.2)
5
Zamril Tk. Mudo
TPQ Lubuk Tanah Koto Tinggi (Data Base K.2)
6
Awaluddin, S. Sos. I
BP4 Kecamatan (Data Base K.2)
7
Sri Gusti
TPQ Muthabaqah Ringan-Ringan (Data Base K.2)
8
Wisnawati
BP4 Kecamatan (Data Base K.2)
9
Syahril Tk. Sutan
Majelis Ta’lim Toboh Ketek
10
Aznam, S. Pd. I Tk. Bagindo
PP. Nurul Yaqin Ringan-Ringan
11
Rendy Saputra, S.Pd.I
TPQ Mandiri Kp. Paneh Pakandangan
12
Ronaldi Taurus, S.PdI, S.ThI
TPQ Surau Kp. Dalam Gadur
13
Febri Yani S.Sos.I
MDTA Al-Hidayah Rimbo Dadok
14
Ratman
Pondok Al-Qur’an Kecamatan
15
Lukmanur Hakim Tk. Kuning
TPQ Babul Istiqamah Parma
16
Gusmayenti, S.IQ
TPQ Iqra’ Toboh Ketek

Jumat, 06 Maret 2015

KUA Enam Lingkung: Grafik Peristiwa Nikah


KUA Enam Lingkung: Wali Nikah dan Urutannya


Pengertian Wali Nikah adalah orang yang menikahkan seorang wanita dengan seorang pria. Karena wali nikah dalam Hukum perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi oleh calon mempelai wanita yang bertindak menikahkannya. Hukum Nikah tanpa Wali Nikah berarti pernikahannya tidak sah. Ketentuan ini didasarkan pada  hadis Nabi Muhammad SAW yang mengungkapkan: tidak sah dalam perkawinan, kecuali dinikahkan oleh wali.

Syarat wali nikah :
1.  laki-laki;
2.  dewasa;
3.  mempunyai hak perwalian;
4.  tidak terdapat halangan perwalian.

Status Wali Nikah dalam Hukum Perkawinan merupakan rukun yang menentukan sahnya akad nikah (perkawinan). Seseorang yang menjadi wali nikah harus memenuhi Syarat wali nikah, yaitu laki-laki, dewasa, mempunyai hak perwalian dan tidak terdapat halangan perwalian seperti yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 20 angka (1) bahwa yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum islam, yakni muslim, aqil dan baligh. Dalam pelaksanaan akad nikah, penyerahan (ijab) dilakukan oleh wali nikah perempuan atau yang mewakilinya. dan Penerimaan (qabul) dilakukan oleh mempelai laki-laki.

Wali Nikah dalam Hukum Perkawinan terbagi atas 2 (dua) macam, yaitu:

1. Wali Nikah Nasab
Wali Nikah Nasab ialah wali nikah yang hak perwaliannya didasari oleh adanya hubungan darah. Contoh wali Nikah Nasab: orang tua kandung, sepupu satu kali melalui garis ayahnya.
2. Wali Nikah Hakim
Wali Nikah Hakim adalah wali nikah yang hak perwaliannya timbul karena orang tua perempuan menolak atau tidak ada, atau karena sebab lainnya. 


Sumber: http://www.hukumsumberhukum.com

 
Back to Top