SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI KUA ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN ~ SEMOGA INFORMASI SERTA LAYANAN KAMI MEMPERMUDAH

Gedung Kantor Urusan Agama Enam Lingkung

Inilah bentuk fisik kantor urusan agama Kecamatan Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman.

Bersama Kepala Kankemenag Kabupaten Padang Pariaman

Kunjungan Kepala Kankemenag Kabupaten Padang Pariaman ke KUA Enam Lingkung untuk monitor dan membuka Seminar Lembaga Keagamaan yang diadakan KUA Enam Lingkung (12/2017)

Peta Wilayah Enam Lingkung

Kecamatan Enam Lingkung, kecamatan baru di Padang Pariaman yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Padang Pariaman.

Font Office KUA Enam Lingkung

Petugas KUA Enam Lingkung yang selalu menyambut anda dengan PASTI "Profesional, Amanah, Senyum,Transparan dan Inovatif

Say NO to Nikah Siri..!!

Daftarkan pernikahan Anda di KUA Enam Lingkung Padang Pariaman.

Rabu, 28 Maret 2018

PROSEDUR PENDAFTARAN HAJI REGULER

Syarat– Syarat Pendaftaran Haji Reguler :
  • Uang setoran awal BPIH Minimal Rp. 25 juta
  • Calon Jemaah Haji (CJH) membuka tabungan di Bank Penerima Setoran (BPS) Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) sejumlah Rp. 25 Juta (Setoran Awal)
  • Fotocopy Buku Tabungan Haji sebanyak 5 Lembar (Lembar No Rekening & Lembar Nominal)
  • Fotocopy KTP sebanyak 10 lembar
  • Fotocopy Kartu Keluarga (KK) sebanyak 3 Lembar
  • Fotocopy Akte Kelahiran/Akte Kenal Lahir/Ijazah/Buku Nikah sebanyak 3 Lembar
  • Fotocopy Surat Keterangan Sehat Jasmani & Rohani dari Puskemas Setempat Sebanyak 3 Lembar
  • Foto di Kantor Kementerian Agama – Pas Photo khusus haji ( Ukuran 3X4 = 35 Lembar, Ukuran 4X6 = 15 Lembar dan 10 R 1 (khusus 10 R langsung dipres) lembar  dengan Ketentuan:
    Tidak berpakaian dinas, Photo berwarna dan berlatar belakang putih Berpakaian dan jilbab yang kontras dengan latar belakang (Tidak berpakaian warna putih, tidak memakai jilbab putih dan kopiah haji (Kopiah yang berwarna putih bagi laki-laki) Tidak memakai kacamata (baik laki-laki maupun perempuan) Pas Photo ukuran wajah tampak 80%

GRAFIK PERISTIWA NIKAH


UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan



Gambar terkait 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 1974
TENTANG
PERKAWINAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA

Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional, perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973.


Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.


MEMUTUSKAN :
Menetapkan:                            UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN.

BAB I
DASAR PERKAWINAN

Pasal 1
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.

Pasal 2
(1). Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya   
      itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3

(1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
(2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan.
Pasal 4
(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
  1. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
  2. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
  3. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  1. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
  2. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
  3. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.
BAB II
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Pasal 6
(1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
(3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
(4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
(5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 7
(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.
(3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).
Pasal 8
Perkawinan dilarang antara dua orang yang:
a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas;
b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;
d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;
e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.
Pasal 9
Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 10
Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 11
(1) Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.
(2) Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan diatur dalam Peraturan Pemerintah lebih lanjut.
Pasal 12
Tata-cara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.



BAB III
PENCEGAHAN PERKAWINAN
Pasal l3
Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Pasal 14
(1) Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah, saudara, wali nikah, wali, pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya, yang mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti tersebut dalam ayat (1) pasal ini.
Pasal 15
Barang siapa karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan, dapat mencegah perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 16
(1) Pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya perkawinan apabila ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini tidak dipenuhi.
(2) Mengenai Pejabat yang ditunjuk sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
(1) Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada pegawai pencatat perkawinan.
(2) Kepada calon-calon mempelai diberi tahukan mengenai permohonan pencegahan perkawinan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini oleh pegawai pencatat perkawinan.
Pasal 18
Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan putusan Pengadilan atau dengan menarik kembali permohonan pencegahan pada Pengadilan oleh yang mencegah.
Pasal 19
Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan belum dicabut.
Pasal 20
Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini meskipun tidak ada pencegahan perkawinan.
Pasal 21
(1) Jika pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa terhadap perkawinan tersebut ada larangan menurut Undang-undang ini, maka ia akan menolak melangsungkan perkawinan.
(2) Didalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang ingin melangsungkan perkawinan. oleh pegawai pencatat perkawinan akan diberikan suatu keterangan tertulis dari penolakan tersebut disertai dengan alasan-alasan penolakannya.
(3) Para pihak yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan permohonan kepada pengadilan didalam wilayah mana pegawai pencatat perkawinan yang mengadakan penolakan berkedudukan untuk memberikan keputusan, dengan menyerahkan surat keterangan penolakan tersebut diatas.
(4) Pengadilan akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan akan memberikan ketetapan, apakah ia akan menguatkan penolakan tersebut ataukah memerintahkan, agar supaya perkawinan dilangsungkan.
(5) Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang mengakibatkan penolakan tersebut hilang dan para pihak yang ingin kawin dapat mengulangi pemberitahuan tentang maksud mereka.

BAB IV
BATALNYA PERKAWINAN
Pasal 22
Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Pasal 23
Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu :
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri;
b. Suami atau isteri;
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
Pasal 24
Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 25
Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau ditempat tinggal kedua suami isteri, suami atau isteri.
Pasal 26
(1) Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali-nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri.
(2) Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan alasan dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
Pasal 27
(1) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum.
(2) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri.
(3) Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.
Pasal 28
(1) Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
(2) Keputusan tidak berlaku surut terhadap :
a. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;
b. Suami atau isteri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu;
c. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.


BAB V
PERJANJIAN PERKAWINAN

Pasal 29
(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
(2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
(3) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
(4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

Pasal 30
Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Pasal 31
(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.


Pasal 32
(1) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami isteri bersama.


Pasal 33
Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
Pasal 34
(1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(2) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.
(3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugutan kepada Pengadilan.
BAB VII
HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN

Pasal 35
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36
(1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Pasal 37
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.


BAB VIII
PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA

Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena :
a. kematian,
b. perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan.
Pasal 39
(1) Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.
(3) Tatacara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Pasal 40
(1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
(2) Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
b. Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

BAB IX
KEDUDUKAN ANAK

Pasal 42
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
Pasal 43
(1) Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
(2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
(1) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.
(2) Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan.


BAB X
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK

Pasal 45
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Pasal 46
(1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.
(2) Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus keatas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.
Pasal 47
(1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.
(2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum didalam dan diluar Pengadilan.
Pasal 48
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan betas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.
Pasal 49
(1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :
  1. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
  2. la berkelakuan buruk sekali.
(2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.
BAB XI
PERWALIAN

Pasal 50
(1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali.
(2) Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.
Pasal 51
(1) Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi.
(2) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.
(3) Wali wajib mengurus anak yang dibawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya, dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu.
(4) Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu.
(5) Wali bertanggung-jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya.
Pasal 52
Terhadap wali berlaku juga Pasal 48 Undang-undang ini.
Pasal 53
(1) Wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal yang tersebut dalam Pasal 49 Undang-undang ini.
(2) Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, oleh Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali.
Pasal 54
Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta benda anak yang dibawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan Keputusan Pengadilan, yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut.
BAB XII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN

Bagian Pertama
Pembuktian asal-usul anak
Pasal 55
(1) Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.
(2) Bila akte kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada, maka Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat.
(3) Atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut ayat (2) pasal ini, maka instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akte kelahiran bagi anak yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Perkawinan diluar Indonesia
Pasal 56
(1) Perkawinan yang dilangsungkan diluar Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
(2) Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali diwilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka.
Bagian Ketiga
Perkawinan Campuran
Pasal 57
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Pasal 58
Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.
Pasal 59
(1) Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau putusnya perkawinan menentukan hukum yang berlaku, baik mengenai hukum publik maupun mengenai hukum perdata.
(2) Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-undang Perkawinan ini.
Pasal 60
(1) Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi.
(2) Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) telah dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran, maka oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi.
(3) Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat keterangan itu, maka atas permintaan yang berkepentingan, Pengadilan memberikan keputusan dengan tidak beracara serta tidak boleh dimintakan banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan atau tidak.
(4) Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan, maka keputusan itu menjadi pengganti keterangan yang tersebut ayat (3).
(5) Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan.
Pasal 61
(1) Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang.
(2) Barang siapa melangsungkan perkawinan campuran tanpa memperlihatkan lebih dahulu kepada pegawai pencatat yang berwenang surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan yang disebut dalam Pasal 60 ayat (4) Undang-undang ini dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 1 (satu) bulan.
(3) Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan sedangkan ia mengetahui bahwa keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak ada, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan dihukum jabatan.
Pasal 62
Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur sesuai dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-undang ini.
Bagian Keempat
Pengadilan
Pasal 63
(1) Yang dimaksud dengan Pengadilan dalam Undang-undang ini ialah :
  1. Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam;
  2. Pengadilan Umum bagi lainnya.
(2) Setiap Keputusan Pengadilan Agama dikukuhkan oleh Pengadilan Umum.


BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan-peraturan lama, adalah sah.
Pasal 65
(1) Dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang baik berdasarkan hukum lama maupun berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini maka berlakulah ketentuan-ketentuan berikut:
  1. Suami wajib memberi jaminan hidup yang sama kepada semua isteri dan anaknya;
  2. Isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta bersama yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua atau berikutnya itu terjadi;
  3. Semua isteri mempunyai hak yang sama atas harta bersama yang terjadi sejak perkawinannya masing-masing.
(2) Jika Pengadilan yang memberi izin untuk beristeri lebih dari seorang menurut Undang-undang ini tidak menentukan lain, maka berlakulah ketentuan-ketentuan ayat (1) pasal ini.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie Christen Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 67
(1) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya, yang pelaksanaannya secara efektif lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Hal-hal dalam Undang-undang ini yang memerlukan pengaturan pelaksanaan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 1974.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEHARTO
JENDERAL TNI.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 1974
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

SUDHARMONO, SH.
MAYOR JENDERAL TNI.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1974 NOMOR 1

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1974
TENTANG
PERKAWINAN
PENJELASAN UMUM:
1. Bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia adalah mutlak adanya Undang-undang Perkawinan Nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat kita.
2. Dewasa ini berlaku berbagai hukum perkawinan bagi berbagai golongan warganegara dan berbagai daerah seperti berikut :

  1. bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Islam berlaku hukum Agama yang telah diresipiir dalam Hukum Adat;
  2. bagi orang-orang Indonesia Asli lainnya berlaku Hukum Adat;
  3. bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Kristen berlaku Huwelijks Ordonnantie Christen Indonesia (S. 1933 Nomor 74);
  4. bagi orang Timur Asing Cina dan warganegara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan;
  5. bagi orang-orang Timur Asing lain-lainnya dan warganegara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tersebut berlaku hukum Adat mereka;
  6. bagi orang-orang Eropa dan Warganegara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
3. Sesuai dengan landasan falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, maka Undang-undang ini disatu pihak harus dapat mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, sedangkan di lain fihak harus dapat pula menampung segala kenyataan yang hidup dalam masyarakat dewasa ini. Undang undang Perkawinan ini telah menampung didalamnya unsur-unsur dan ketentuan-ketentuan Hukum Agamanya dan Keper- cayaannya itu dari yang bersangkutan.
4. Dalam Undang-undang ini ditentukan prinsip-prinsip atau azas-azas mengenai perkawinan dari segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Azas-azas atau prinsip-prinsip yang tercantum dalam undang- undang ini adalah sebagai berikut:
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan sprituil dan material.
b. Dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.itu; dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam Surat-surat keterangan, suatu akte resmi yang juga dimuat dalam pencatatan.
c. Undang-undang ini menganut azas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkan, seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak- pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan.
d. Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami isteri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan diantara calon suami isteri yang masih dibawah umur. Disamping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Ternyatalah bahwa batas umur yang lobih rendah bagi seorang wanita untuk kawin mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi. Berhubung dengan itu, maka undang-undang ini menentukan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun bagi wanita, ialah 19 (sembilan belas) tahun bagi pria dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita.
e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka undang- undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian, harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan di depan Sidang Pengadilan.
f. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumahtangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami-isteri.
5. Untuk menjamin kepastian hukurri, maka perkawinan berikut segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku, yang dijalankan menurut hukum yang telah ada adalah sah. Demikian pula apabila mengenai sesuatu hal Undang-undang ini tidak mengatur dengan sendirinya berlaku ketentuan yang ada.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, dimana Sila yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan keturunan, yang pula merupakan tujuan perkawinan, Pemeliharaan dan Pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.
Pasal 2
Dengan perurnusan pada Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada Perkawinan diluar hukum rnasing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. Yang dimaksud dengan hukurn masing-masing agamanya dan kepereayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam Undang- undang ini.
Pasal 3
1. Undang-undang ini menganut asas monogami.
2. Pengadilan dalam memberi putusan selain memeriksa apakah syarat yang tersebut dalam Pasal 4 dan 5 telah dipenuhi harus mengingat pula apakah ketentuan-ketentuan hukum perkawinan dari salon suami mengizinkan adanya poligami.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
1. Oleh karena perkawinan mernpunyai rnaksud agar suami dan isteri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak azasi manusia, maka perkawinan harus disetujui oleh kedua belah pihak yang melangsungkan Perkawinan tersebut, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Ketentuan dalam pasal ini, tidak berarti mengurangi syarat-syarat perkawinan menurut ketentuan hukum perkawinan yang sekarang berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang ini.
2. Cukup jelas.
3. Cukup jelas.
4. Cukup jelas.
5. Cukup jelas.
6. Cukup jelas.
Pasal 7
1. Untuk menjaga kesehatan suami-isteri dan keturunan, perlu ditetapkan batas-batas umur untuk perkawinan.
2. Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pemberian dispensasi terhadap perkawinan yang dimaksud pada ayat (1) seperti diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (S. 1933 Nomor 74) dinyatakan tidak berlaku.
3. Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Oleh karena perkawinan mempunyai maksud agar suami dan isteri dapat membentuk keluarga yang kekal maka suatu tindakan yang mengakibatkan putusnya suatu perkawinan harus benar-benar dapat dipertimbangkan dan dipikirkan masak-masak. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah tindakan kawin-cerai berulang kali, sehingga suami maupun isteri benar-benar saling menghargai satu sama lain.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ketentuan Pasal 12 ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954.
Pasal 13
Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22
Pengertian "dapat" pada pasal ini diartikan bisa batal atau bisa tidak batal, bilamana menurut ketentuan hukum agamanya masing-masing tidak menentukan lain.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Yang dimaksud dengan "perjanjian" dalam pasal ini tidak termasuk taklik-talak.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas.
Pasal 35
Apabila perkawinan Putus, maka harta bersama tersebut diatur menurut Hukumnya masing-masing.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Yang dimaksud dengan "hukumnya" masing-masing; ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
1. Cukup jelas.
2. Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk pereeraian adalah :
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang libel berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak inelakukan kekeiaman atau penganiayaan berat yang mernbahayakan terhadap pihak yang lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau, penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.
3. Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas.
Pasal 44
Pengadilan mewajibkan yang berkepentingan mengucapkan sumpah.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas.
Pasal 49
Yang dimaksud dengan "kekuasaan" dalam pasal ini tidak termasuk kekuasaan sebagai wali-nikah.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 3019

Selasa, 27 Maret 2018

Pengukuran Arah Kiblat

Pengukuran Arah Kiblat

Kantor Urusan Agama Kecamatan Enam Lingkung menfasilitasi pengukuran arah kiblat tempat ibadah di wilayah kecamatan setempat, baik itu masjid, musholla, langgar ataupun lapangan-lapangan yang akan digunakan untuk pelaksanaan shalat Idul Fitri dan Idul Adha.  Adapun tatacara dan persyaratannya adalah sebagai berikut:
  • Takmir masjid/musholla/langgar membuat surat permohonan untuk pengukuran arah kiblat yang ditujukan kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Padang Pariaman melalui KUA Kecamatan Enam Lingkung. Surat permohonan ini dibuat rangkap 2 (dua). Lembar surat pertama untuk Kankemenag Kab. Padang Pariaman dan lembar surat kedua untuk arsip dan dokumen KUA Kecamatan Enam Lingkung.
  • KUA Kecamatan Enam Lingkung melakukan sosialisasi Arah Kiblat kepada jama'ah/pengguna tempat ibadah.
  • Pengajuan permohonan ukur arah kiblat ini diteruskan ke Kementerian Agama Kabupaten PAdang Pariaman setelah dilakukan musyawarah dan disepakati antara takmir masjid/mushollah/langgar dengan para jamaahnya.
  • Tim Badan Hisab Ru'yat (BHR) Kemenag Kabupaten Padang Pariaman melakukan pengukuran/kalibrasi Arah Kiblat didampingi petugas KUA Kecamatan Enam Lingkung
  • Takmir/pengurus menyesuaikan shaf-shaf berdasarkan hasil ukur arah kiblat.
  • Kementerian Agama Kabupaten Padang Pariaman menerbitkan Sertifikat Arah Kiblat.
  • Takmir Masjid memasang Sertifikat Arah Kiblat di tempat yang mudah diketahui oleh Jama'ah.


Prosedur Wakaf

Syarat-syarat pembuatan sertifikat tanah Wakaf

Datang ke KUA untuk pembuatan AIW/APAIW dengan membawa dokumen sebagai berikut:


  1. Sertifikat Hak Atas Tanah (bagi yang sudah sertifikat), atau surat-surat pemilikan tanah (termasuk surat pemindahan hak, surat keterangan warisan, girik dll) bagi tanah hak milik yang belum bersertifikat.
  2. Surat Pernyataan Wakaf , asli dan Foto Copy rangkap 4.
  3. Surat Keterangan dari Lurah setempat yang diketahui Camat bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa.
  4. Susunan Pengurus Masjid/Mushalla atau lainnya yang ditanda tangani Ketua dan diketahui oleh Lurah setempat.
  5. Mengisi Formulir Model WK dan WD.
  6. Foto Copy KTP Wakif (yang berwakaf) apabila masih hidup.
  7. Foto Copy KTP para Pengurus yang akan ditetapkan sebagai Nadzir Wakaf.
  8. Foto Copy KTP para Saksi.
  9. Menyerahkan Materai bernilai Rp. 6.000 (enam ribu rupiah) sebanyak 7 lembar.
  10. Menanda tangani Ikrar Wakaf (W1) bagi Wakif yang masih hidup dan Akta Ikrar Wakaf (AIW)/Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW) setelah semua surat-surat lengkap dan diketik oleh petugas.
  11. Membuat surat kuasa kepada PPAIW untuk proses pendaftaran ke BPN Lampung Selatan Selatan (blanko ada di KUA).


Proses Sertifikasi Tanah Wakaf
(Gambar Searah jarum jam)
  1. Sebuah Keluarga bermusyawarah terlebih dahulu untuk mewakafkan tanah miliknya
  2. Kepala Keluarga (selaku Wakif), bersama Nadzir (Pengurus wakaf) dan saksi datang ke KUA menghadap Kepala KUA selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
  3. PPAIW memeriksa persyaratan Wakaf dan selanjutnya mengesahkan Nadzir
  4. Wakif mengucapkan Ikrar Wakaf dihadapan saksi-saksi dan PPAIW, selanjutnya membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan salinannya.
  5. Wakif, Nadzir dan saksi pulang dengan membawa AIW (form W.2a).
  6. PPAIW atas nama Nadzir menuju ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dengan membawa berkas permohonan pendaftaran Tanah Wakaf dengan pengantar form W.7
  7. Kantor Pertanahan memproses sertifikat Tanah Wakaf
  8. Kepala Kantor Pertanahan menyerahkan sertifikat tanah wakaf kepada Nadzir, selanjutnya ditunjukkan kepada PPAIW untuk dicatat pada daftar Akta Ikrar Wakaf form W.4

Pelayanan Nikah Rujuk



Bagi anda yang akan melangsungkan Pernikahan di KUA Kec. Enam Lingkung harap membawa surat-surat sebagai berikut :
  • Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk calon Penganten (caten) masing-masing 1 (satu) lembar.
  • Surat pernyataan belum pernah menikah (masih gadis/jejaka) di atas segel/materai bernilai Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT, RW dan Lurah setempat.? Contoh blanko surat pernyataan belum pernah menikah
  • Surat Pengantar RT dan RW setempat.
  • Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model N1, N2, N4, baik calon Suami maupun calon Istri.
  • Pas photo caten ukuran 2×3 masing-masing 4 (empat) 4×6 masing2 1 lembar, bagi anggota ABRI/TNI/POLRI harus berpakaian dinas.
  • Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Akta Cerai asli beserta salinan putusan berita acaranya dari Pengadilan Agama, kalau Duda/Janda mati harus ada surat kematian dan surat Model N6 dari Lurah setempat.
  • Harus ada izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi :
  • Caten Laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun;
  • Caten Perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun;
  • Laki-laki yang mau berpoligami.
  • Ijin Orang Tua (Model N5) bagi caten yang umurnya kurang dari 21 Tahun baik caten laki-laki/perempuan.
  • Bagi caten yang akan menikah bukan di wilayahnya (ke Kecamatan lain) harus ada surat Rekomendasi Nikah dari KUA setempat.
  • Bagi anggota ABRI/TNI/POLRI dan Sipil ABRI/TNI/POLRI harus ada surat Izin Kawin dari Pejabat Atasan/Komandan.
  • Kedua caten mendaftarkan diri ke KUA tempat akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja dari waktu melangsungkan Pernikahan. Apabila kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja, harus melampirkan surat Dispensasi Nikah dari Camat setempat.

SYARAT-SYARAT PERKAWINAN CAMPURAN (MENIKAH DENGAN WNA/BEDA KEWARGANEGARAAN) :
  • Surat pernyataan belum pernah menikah (masih gadis/jejaka) di atas segel/materai bernilai Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui 2 orang saksi. Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Akta Cerai/surat keterangan cerai yang asli.
  • Foto copy piagam masuk Islam (khusus untuk yang mualaf).
  • Foto copy Akte Kelahiran/Kenal Lahir/ID Card.
  • Surat tanda melapor diri (STMD) dari kepolisian.
  • Surat Keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil apabila yang bersangkutan menetap di Indonesia.
  • Tanda lunas pajak bangsa asing (bagi yang bekerja di Indonesia).
  • Keterangan izin masuk sementara (KIMS) dari Kantor Imigrasi atau foto copy visa.
  • Pas Port (foto copy).
  • Surat Keterangan atau izin menikah dari Kedutaan/perwakilan Diplomatik yang bersangkutan.
  • Semua surat-surat yang berbahasa asing harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penterjemah resmi dan tersumpah.

Keterangan : Jika wali nikah tidak setuju calon pengantin bisa mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama karena wali nikah tidak bersedia menjadi wali, jika dikabulkan nantinya akan menggunakan wali hakim adhol, dalam hal ini walinya pihak KUA (Kepala KUA), tapi sebelum ke Pengadilan Agama alangkah baiknya jika ditempuh jalan musayawarah.

SYARAT PERMOHONAN REKOMENDASI NIKAH

1. Foto Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK);
2. Pemberitahuan kehendak nikah dilakukan secara tertulis dengan mengisi Formulir Pemberitahuan dan dilengkapi persyaratan sebagai berikut:
a. Surat keterangan untuk nikah dari kepala desa/lurah atau nama lainnya;
b. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir, atau surat keterangan asal usul calon mempelai dari kepala desa/lurah atau nama lainnya;
c. Persetujuan kedua calon mempelai;
d. Surat keterangan tentang orang tua (ibu dan ayah) dari kepala desa/pejabat setingkat;
e. Izin tertulis orang tua atau wali bagi calon mempelai belum mencapai usia 21 tahun;
f. Izin dari pengadilan, dalam hal kedua orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud huruf e di atas tidak ada;
g. Dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi calon isteri yang belum mencapai umur 16 tahun;
h. Surat izin dari atasannya/kesatuannya jika calon mempelai anggota TNI/POLRI;
i. Putusan pengadilan berupa izin bagi suami yang hendak beristeri lebih dari seorang;
j. kutipan buku pendaftaran talak/buku pendaftaran cerai bagi mereka yang perceraiannya terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
k. Akta kematian atau surat keterangan kematian suami/isteri dibuat oleh kepala desa/lurah ataupejabat setingkat bagi janda/duda;
3. Calon Pengantin Wanita (Calon Isteri) atau Wali Nikah memberitahukan kepada PPN wilayah tempat tinggal calon isteri untuk mendapat surat rekomendasi nikah;
4. Calon Isteri atau wali nikah menyediakan foto copy syarat dalam angka 2 sebagai arsip bagi PPN wilayah tempat tinggal calon isteri.
(Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah?)

SYARAT PERNDAFTARAN SURAT BUKTI PERKAWINAN WNI YANG DILANGSUNGKAN DI LUAR NEGERI

1. Foto Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)
2. Foto Copy Pasport Dengan Memperlihatkan Aslinya;
3. Foto Copy Dari Surat Bukti Perkawinan;
4. Foto Copy Sertifikat Nikah dari KBRI atau Foto Copy Akte Nikah
(?Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor : 1 Tahun 1994 Tentang Pendaftaran Surat Bukti Perkawinan Warga Negara Indonesia Yang Dilangsungkan Di Luar Negeri?)

SYARAT LEGALISASI BUKU NIKAH DAN SURAT KETERANGAN STATUS

(1) Bagi suami istri yang telah selesai melangsungkan akad nikah dan menerima buku nikah, maka kepada suami istri dianjurkan melegalisasi copy buku nikah.
(2) Dalam hal legalisasi buku nikah atau surat keterangan status bukan untuk keperluan keluar negeri dapat dilakukan oleh Kepala KUA Kecamatan yang mengeluarkan buku nikah atau Kepala KUA Kecamatan yang mewilayahi tempat tinggal yang berkepentingan, atau pejabat yang membidangi masalah kepenghuluan di tingkat kabupaten/kota, provinsi atau pusat.
(3) Bagi suami istri yang akan keluar negeri legalisasi buku nikahnya dilakukan oleh Kepala KUA Kecamatan yang mengeluarkan buku nikah atau Kepala KUA Kecamatan setempat dan pejabat di tingkat pusat yang membidangi masalah kepenghuluan.
(4) Bagi mereka yang masih berstatus belum menikah/janda/duda dan akan melangsungkan pernikahan dan atau keperluan lain di luar negeri, legalisasi surat keterangan status dilakukan oleh Kepala KUA Kecamatan setempat dan pejabat di tingkat pusat yang membidangi masalah kepenghuluan.
(5) Dalam hal pencatatan nikah dan rujuk dilaksanakan di luar negeri, legalisasi buku nikah dilakukan oleh pejabat yang membidangi masalah kekonsuleran pada Perwakilan Republik Indonesia setempat, atau Kepala KUA Kecamatan wilayah tempat tinggal yang berkepentingan, atau pejabat di tingkat pusat yang membidangi masalah kepenghuluan.
(Berdasarkan Keputusan Menteri Agama No.477 tahun 2004 tentang Pencatatan Nikah?)

SYARAT PERMOHONAN DUPLIKAT BUKU NIKAH ATAU KUTIPAN AKTA NIKAH
  1. Foto Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP dan Kartu Keluarga (KK);
  2. Foto Copy Kutipan Akta Nikah;
  3. Surat Permohonan Penerbitan Duplikat dari Pemohon;
  4. Surat Kuasa Jika Pengajuan diwakilkan oleh Pihak lain;
  5. Adanya Surat Laporan Kehilangan ataupun Surat Kerusakan Buku Kutipan Akta NIkah dari Kepolisian;
  6. Surat Pernyataan bermaterai Rp.6.000,- yang dibuat oleh Suami dan/atau Isteri bahwa Kutipan Akta Nikah Asli tidak pernah digunakan untuk pengajuan Proses Perceraian Secara Resmi di Pengadilan Agama;
  7. Pas Foto ukuran 2X3 masing-masing 4 Lembar.
(Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah)

Pogram Inovasi KUA Enam Lingkung

BEBERAPA PROGRAM KERJA INOVASI KUA ENAM LINGKUNG 

Inovasi menciptakan Kampung menghafal untuk pengutan program tersebut Terbentuknya kesepakan bersama dengan Camat dan Wali Nagari tentang Kecamatan Kampung Menghafal yang ditindak lanjuti dengan adanya disetiap Nagari Pondok Tahfizd / al-Qur’an yang dibebankan kepada Anggaran Nagari, berbentuk :
  •   Pondok Tahfizd Nagari Pakandangan.
  •   Rumah Tahfizd al-Mukmin Nagari Parit Malintang.
  •   Pondok al-Qur’an Nagari Koto Tinggi.
  •   Pondok al-Qur’an Nagari Gadur.
  •   Pondok Tahfizd Nagari Toboh Ketek.
  •   Korong Rimbo Dadok Kampung Menghafal.
  •   Pakandangan Nagari santri
a) Inovasi Siswa Berprestasi Yang Berakhlak Mulia untuk pengutan konsep inovasi tersebut maka Terbentukya kesepakan bersama UPTD Pendidikan Kec.Enam Lingkung tentang Penyuluhan kesemua Sekolah Dasar Dan Madrasyah Ibtidaiyah dalam rangka penyuluhan kosentrasi siswa menuju prestasi terhindar dari bahaya merokok, narkoba dan pergaulan bebas.
b) Inovasi Gerakan Nikah Sehat untuk pengutan konsep inovasi tersebut Terbentukya kesepakan bersama UPT Puskesmas Kec.Enam Lingkung untuk pendataan catin,mendapatkan vaksi TT, dan konseling Persiapan kehamilan sehat serta persalinan yang aman.

c) Inovasi gerakan anti LBGT untuk pengutan konsep inovasi tersebut Terbentukya kesepakan bersama Japs & Bratstile Indonesia (JBI) Minang kabau Piaman Laweh bekerjasama dalam penyuluhan dan pengawasan perkembangan LBGT di wilayah Kecamatan Enam Lingkung bertujuan agar generasi terhindar dari bahaya LBGT.

d) Inovasi dibidang ekonomi umat berbasis Syari,’ah untuk pengutan konsep inovasi tersebut dengan metode pendampingan konsep syari’ah lahirnya Simpan Pinjam Syari’ah di salah satu Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag) Pakandangan merupakan salah satu unit usaha yang bergerak dalam bidang penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan memberikan simpanan pembiayaan produktif dengan sistim Syari’ah dengam tujuan meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat dengan membangun tatanan perekonomian sesuai prinsip-prinsip ekonomi Islam.

e) Inovasi Reaksi Cepat Pencegahan kekerasan Perempuan dan anak untuk pengutan konsep inovasi tersebut maka lahirnya Peraturan Nagari Koto Tinggi Nomor : 07 Tahun 2017 dan selanjutnya diperkuat dengan MoU Nagari Koto Tinggi, Puskesmas dan Kantor Urusan Agama Kecamatan Enam Lingkung dalam memberikan edukasi perlindungan perempuan dan anak dalam keluarga dan masyarakat (program prevention) serata untuk memasukan unsur pencegahan kekerasan berbasis gender, HIV,AIDS dan LBGT dalam konsultasi pra-nikah

f) Inovasi pelayanan nikah terintegrasi (PANTER)
Bahwa program bersama yang berkelanjutan dalam pelayananan nikah lebih sederhana dan tranparasi, yang dituju dalam program PANTER ini adalah pengantin setelah menikah bisa lansung mendapatkan selain Buku Kutipan Akta Nikah yaitu Kartu Keluarga untuk pengantin (KK),Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) Kedua orang tua pasca pemecahan tanpa pengantin pergi ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. untuk pengutan konsep inovasi tersebut Terbentukya kesepakan bersama antara Kantor Urusan Agama , Kantor Camat Kec. Enam Lingkung dan Kantor Dinas Kependudukan dan pencatatan sipil Kab. Padang Pariaman.

g) Manfaat Yang Diperoleh dengan Program Inovasi
  •   Terwujudnya pelayanan prima bersih dan melayani baik di KUA maupun di luar KUA
  •   Terwujudnya pelayanan umat terdepan yang bermanfaat jauh dari gratifikasi.
  •   Mendekatkan Pelayanan dan penyuluhan Kepada Masyarakat.
  •   Meningkatkan Koordinasi antar instansi yang ada di Kecamatan
  •   Identifikasi Permasalahan lebih cepat.
  •  Capaian Program lebih cepat.

Sabtu, 24 Maret 2018

Generasi Perubahan: Masyarakat Parit Malintang Manfaatkan Program Layang Padu

Masyarakat Parit Malintang Manfaatkan Program Layang Padu

Enam Lingkung--Masyarakat Parit Malintang merasakan betul manfaat program Pelayanan Lapangan Terpadu (Layang Padu), Kamis (22/3) di Korong Pasa Dama. Program yang pelaksanaannya dilakukan secara bergilir di seluruh nagari di Kecamatan Enam Lingkung, merupakan layanan jemput bola oleh pihak-pihak di kecamatan.
Mulai dari Camat, KUA, Puskesmas, Polsek, Danramil, dan nagari. Sedangkan instansi dari kabupaten ikut Disdukcapil, BPJS Kesehatan, dan Samsat Keliling. Pelayanan dipusatkan di komplek Masjid Dinul Ma'ruf, Pasa Dama selama satu hari.
Kepala KUA Kecamatan Enam Lingkung, Kasmir kepada Singgalang menyebutkan, pihaknya menyerahkan dua persil akta ikrar wakaf ke BPN Padang Pariaman untuk selanjutnya diterbitkan sertifikatnya, yakni tanah wakaf Masjid Al-Ikhlas Hilalang Gadang, dan Surau Ulu Aie Padang Baru. Keduanya terletak di Nagari Parit Malintang.
Di samping itu, kata dia, legalisir 20 unit buku nikah, penasihatan satu pasang calon pengantin, konsultasi agama yang diikuti 25 peserta. "Sebanyak tujuh orang juga mengikuti konsultasi isbat nikah," kata dia.
Menurut Kasmir, program yang telah berjalan sejak beberapa waktu lalu ini merupakan gagasan dan ide cemerlang dari Camat Enam Lingkung, Rudi R Rilis, yang kini dipercaya menjadi Kabag PUM Setdakab Padang Pariaman.
"Isbat nikah adalah orang yang melakukan nikah dibawah tangan atau nikahnya sah tetapi tidak diketahui oleh negara," ujarnya. Nah, lanjutnya, setelah konsultasi, mereka tahu apa prosedurnya untuk mendapatkan buku nikah. Nikah isbat dilakukan di Pengadilan Agama," ungkapnya.
Kata dia, dalam layanan sehari itu BPJS Kesehatan berhasil menerbitkan 84 kartu yang akan digunakan untuk berobat tersebut. Sementara, Capil melayani 170 masyarakat, dengan menerbitkan 400 KK, KTP, akte kelahiran yang langsung jadi di tempat. Sedangkan Camat Enam Lingkung mengeluarkan tujuh unit surat administrasi, dan Nagari Parit Malintang 24 administrasi.
Sementara, katanya lagi, Polsek memberikan penyuluhan hukum dan Danramil memberikan wawasan kebangsaan kepada masyarakat yang hadir saat ini. Puskesmas melakukan pelayanan untuk 37 orang, dari berbagai penyakit, serta medical cek up, dan Samsat melayani 29 orang yang membayar pajak kendaraannya di tempat itu.

Panter Enam Lingkung

Setelah Layang Padu, masih ada lagi pelayanan untuk masyarakat Enam Lingkung, khususnya untuk mereka yang akan melangsungkan pernikahan. Yaitu Pelayanan Administrasi Nikah Terintegrasi Enam Lingkung (Panter Enam Lingkung)
"Dengan penandatanganan MoU, diharapkan Panter dapat mewujudkan tertib administrasi di kecamatan ini, khususnya bagi sepasang insan yang akan menempuh pernikahan, dan memberi pasangan Catin kemudahan untuk mendapatkan administrasi dari data kependudukan yang baru, dengan status baru sebagai sepasang suami istri," kata Rudi R Rilis, camat yang dapat promosi jadi Kabag itu.
Kasmir, Kepala KUA Enam Lingkung bersyukur dengan adanya kerjasama yang melibatkan Capil Padang Pariaman. "Semoga memberi perlayanan administrasi yang cukup lengkap kepada calon pasangan yang akan melangsungkan pernikahan, dengan memperoleh enam dokumen sekaligus (buku nikah, KK baru orangtua, KK baru mertua, KK baru pengantin, KTP baru pengantin laki-laki dan KTP baru pengantin perempuan), yang akan langsung diberikan di hari berlangsungnya pernikahan mereka," sebutnya.
Pelayanan yang diberikan ini bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam pengurusan administrasi. Bagi yang ingin mendapatkan pelayanan ini, silakan langsung mendatangi kantor KUA Enam Lingkung dengan membawa KTP asli kedua mepelai, KK asli dari orangtua, KK asli dari mertua dan foto copy ijazah terakir kedua mepelai atau foto Copy akte kelahiran. (501)

Kamis, 08 Maret 2018

KUA Enam Lingkung Gaet Puskesmas Enam Lingkung untuk Nikah Sehat







Rapat Koordinasi Kecamatan edisi Maret 2018 menghasilkan kesepakatan kerja sama baru untuk pelayanan KUA Enam Lingkung. Kesepakatan ini terkait program baru yang bertajuk "Nikah Sehat". Tujuan utama program ini untuk menciptakan keluarga baru bahagia dan juga sehat. 
Sebelumnya, kerja sama antara dua institusi ini adalah program Imunisasi bagi calon pengantin perempuan. Program "Nikah Sehat" merupakan kelanjutan dari program sebelumnya. Diharapkan kedua calon pengantin bisa mendatangi puskesmas.Selain untuk imunasasi, petugas puskesmas akan memberikan keduanya beberapa penyuluhan terkait dengan kebersihan dan kesehatan. Penyuluhan seputar kesehatan reproduksi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kesehatan keluarga dan lingkungan sekitar.
Kepala KUA Enam Lingkung dan Kepala Puskesmas mengharapkan, masyarakat bisa antusias dengan program ini, demi mewujudkan Kecamatan Enam Lingkung yang sehat dan sejahtera. Karena sehat adalah awal kebahagiaan yang sesungguhnya. (Fatul)

 
Back to Top